Jakarta – Ketika berbicara tentang revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sering kali muncul tudingan terkait minimnya partisipasi publik dalam proses tersebut. Namun, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP berlangsung dengan keterbukaan dan melibatkan berbagai pihak.
Sejak awal, pembahasan ini sudah diupayakan secara transparan. Apakah benar uji publik ini tidak ada? Habiburokhman menyatakan bahwa mereka telah mengundang masyarakat untuk berdialog, bahkan saat suasana Lebaran sekalipun. Hal ini menunjukkan komitmen untuk melibatkan masyarakat dalam setiap aspek pembahasan RUU ini.
Pentingnya Partisipasi Publik dalam Revisi Hukum
Partisipasi publik dalam revisi hukum adalah tulang punggung dalam membangun undang-undang yang adil dan berkeadilan. Ketika masyarakat diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat, maka akan tercipta regulasi yang lebih mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat. Habiburokhman menegaskan bahwa setiap pasal yang dimasukkan ke dalam RUU ini adalah hasil dari feedback yang dikumpulkan dari masyarakat.
Berdasarkan data dari berbagai survei, keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi dapat meningkatkan legitimasi dan kepercayaan terhadap lembaga legislatif. Contoh nyata adalah saat masyarakat diundang untuk memberikan komentar dan masukan terhadap rancangan pasal-pasal yang diusulkan. Dengan pendekatan ini, masyarakat merasa memiliki andil dalam pembuatan hukum yang berlaku.
Menanggapi Kritikan terhadap Proses Legislasi
Setiap kritik yang muncul, sebagai bagian dari dinamika demokrasi, harus dipandang dari sisi positif. Dalam konteks ini, Habiburokhman mengajak masyarakat untuk menilai secara fair tentang siapa yang sebenarnya berbicara tanpa dasar. Ketika ada pihak yang mengklaim tidak adanya partisipasi, mereka juga seharusnya memahami bahwa proses pembuatan undang-undang bukan hanya milik DPR, tetapi merupakan tanggung jawab bersama.
Ketika disinggung mengenai draf RUU KUHAP tandingan dari Koalisi Masyarakat Sipil, Habiburokhman menyatakan bahwa hanya DPR yang berwenang untuk membuat undang-undang. Dalam konteks ini, semua pihak dapat memberikan masukan, tetapi keputusan akhir tetap di tangan legislatif. Ia mendorong masyarakat untuk berperan aktif, jika merasa memiliki usulan yang lebih baik, untuk terlibat langsung dalam agenda legislatif.